Selasa, 30 Desember 2008

BIOGRAFI SYEIKH MUQBIL

Asy-Syaikh telah belajar kepada beberapa orang Masyaikh, di berbagai sekolah, dan berbagai bidang keilmuan, dan dari sebagian guru-gurunya :

Dari sekolah Syi’ah :
1) Abul Husain Majidud-Din Al-Mu’ayyidi, berkata Asy-Syaikh tentangnya : Dia orang yang paling pandai dari kalangan Syi’ah di Yaman, termasuk orang yang membawa madzhab Hadawi (pengikut Hadi-kuburannya diagungkan di kota Saadah), Asy-Syaikh banyak mengambil faidah darinya dalam ilmu Nahwu ketika di Najran.
2) Ismail Hathabah.
3) Muhammad ibn Al-Hasan Al-Mutamayyiz.
4) Qasim ibn Yahya Syuweil.
Perlu dicatat dan digarisbawahi, bahwasanya Asy Syaikh menuntut ilmu pada orang-orang Syiah di awal hidupnya, yakni sebelum asy Syaikh memahami perkara munkarnya Syi’ah. Akan tetapi setelah asy Syaikh mengetahui kemungkaran Syi’ah, maka beliaupun menentangnya, berusaha menjauh dan mentahdzir akan bahayanya.

Dan dari guru-gurunya yang lain :
5) Al-Imam Al-Allamah Al-Muhadits Muhammad Nasir Ad-Din Al-Albani (rahimahullah), Asy-Syaikh Al-Albani berhenti menjadi dosen di Al-Jami’ah Al-Islamiyyah sebelum Asy-Syaikh Muqbil belajar disana, akan tetapi dahulu Asy-Syaikh Al-Albani masih sering mengunjungi mahasiswa di Madinah dengan memberikan nasehat kepada mereka. Sangat memungkinkan yang datang (belajar) sebagian dari mereka adalah anggota kelompok Jamaah At-Takfir (kelompok yang suka mengkafirkan kaum Muslimin), serta sisa-sisa pemahaman mereka yang ekstrim. Sampailah Allah (Subhanahu wa Ta’ala) memberikan hidayah kepada mereka lewat bimbingan Asy-Syaikh Al-Albani (rahimahullah). Dan Asy-Syaikh Muqbil dulunya juga menghadiri kajian-kajian khusus (Asy Syaikh Al Albani ini) untuk Thalabatul Ilmi (penuntut ilmu agama) yakni pelajaran “Kaidah ilmu Hadits”. Kajian ini tidak diperuntukkan bagi orang awam, akan tetapi kajian ini yang langsung praktek di perpustakaan.

6) Al-Imam Al-’Allamah Al-Faqih Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baaz (rahimahullah), dahulu Asy-Syaikh hadir dalam pelajaran (Syaikh Ibn Baaz) membahas kitab “Shahih Muslim” di Masjid Nabawi.

7) Muhammad ibn Abdullah Ash Sumaali (Rahimahullah), Asy Syaikh belajar dengannya kurang lebih tujuh bulan lamanya dan banyak mengambil faidah darinya ilmu hadits, dan pengenalan tentang para perawi hadits yang terdapat di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Berkata Asy-Syaikh tentangnya : ?Sepertinya yang sebanding (keilmuan) dengannya sangat sedikit atau tidak ada duanya.?

8) Abdullah ibn Muhammad ibn Humaid, mengajar mereka (mahasiswa) kitab “At-Tuhfatu As-Saniyyah” dan dahulu Asy-Syaikh ibn Humaid kagum dengan jawaban-jawaban Asy-Syaikh dan penjelasannya.

9) Asy-Syaikh Hammad ibn Muhammad Al-Anshari, dari salah satu gurunya yang mengajarnya di Al-Jami’ah Al-Islamiyyah.

10) Yahya ibn Utsman Al-Bakistani, salah satu gurunya di masjid Al-Haram belajar dengannya kitab “Shahih Al-Bukhari”, “Shahih Muslim” dan “Tafsir ibn Katsir”.

11) Abdul Aziz ibn Rasyid An-Najedi, salah satu gurunya di masjid Al-Haram, berkata Asy-Syaikh tentangnya : ?Dahulu dia memiliki pengetahuan yang sangat kuat di dalam ilmu Hadits dan memperingatkan dari bahaya taqlid. Dia adalah lulusan Al-Azhar dan sangat keras didalam melemahkan sebuah hadits, sampai-sampai dia menulis sebuah kitab “Taysir Al-Wahin fil Iqtishar ala Al-Qur’an wa As-Shahihain”. Sampai-sampai Abdul Aziz ibn Rasyid mengatakan: ?Hadits-hadits yang shahih selain As-Shahihain (Bukhari dan Muslim) bisa dihitung dengan jari.? Maka melekatlah ucapannya pada otakku, namun aku berusaha mengingkarinya, sehingga aku memiliki obsesi yang sangat kuat untuk menulis kitab “As-Shahih Al-Musnad mima laisa fi As-Shahihain” (Kumpulan Hadits-hadits Ash-shahih yang bukan dari “Ash-Shahihain”). Maka semakin bertambahlah keyakinanku atas batalnya ucapan Abdul Aziz ibn Rasyid, dan Asy-Syaikh sangat mengingkarinya.?

12) Al-Qodhi Yahya Al-Asywal, belajar dengannya kitab “Subulus-Salam” dan kitab apa saja yang diinginkan oleh Asy-Syaikh.

13) Abdul Razaq Asy-Syakhidzi Al-Mahwiti, dahulu beliau mengajar apa yang diinginkan oleh Asy-Syaikh.

14) Muhammad As-Subail, belajar dengannya ilmu waris.

15) Muhammad Al-Amin Al-Mashri (Rahimahullah) banyak mengambil faidah di dalam ilmu hadits dan dia salah seorang dosen yang mengajarnya di Al-Jami’ah Al-Islamiyyah.

16) As-Sayid Muhammad Al-Hakim Al-Mashri, yang membela dan pembimbing atas risalah (skripsi) (Asy Syaikh Muqbil) yakni “Al-Ilzamat wa At-Tatabu” dengan gelar Majister. Asy-Syaikh belajar darinya kitab “Subulus-Salam” dan merupakan salah seorang dosen di kuliyah Ad Da’wah.

17) Mahmud Abdul Wahab Faid, salah seorang dosen di kuliyah da’wah mengajar Tafsir, berkata Asy-Syaikh tentangnya: “Kuat ilmu tafsirnya dan seorang Muhaqiq”.

18) Abdul Aziz As-Subail, salah seorang gurunya di Ma’had Al-Haram Al-Makki .

19) Badi’u Ad-Din Ar-Rasyidi, berkata asy-Syaikh tentangnya: ?Dahulu dia sangat membenci taqlid.?

20) Asy-Syaikh Sholeh Al-’Ubud.

21) Muhammad Taqiyu Ad-Din Al-Hilali.

22) Thaha Az-Zaini.

23) Abdul ‘Athim Fayadl.

24) Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Asy-Syaikh belajar dengannya lewat pertanyaan-pertanyaan.

25) Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin As-Syanqiti, belajar dengannya lewat pertanyaan-pertanyaan dan mengajukan masalah-masaslah yang dihadapi. Berkata Asy-Syaikh tentangnnya: “Dahulu beliau (Rahimahullah) tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dalam ingatan saya, saya tidak pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri yang setingkat dengannya dalam menerangkan faidah-faidah begitu cepatnya dan tanpa terbata-bata”. Asy-Syaikh menasehatkan untuk hadir di pelajaran-pelajarannya.

Berkata Asy-Syaikh Muqbil (rahimahullah): “Kebanyakan faidah-faidah yang aku peroleh dari kitab-kitab, hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir”.

[Lihat: Biografi Asy-Syaikh Muqbil karya Asy-Syaikh sendiri (hal: 19-25), "Al-Suyuf" (hal:175,205), "Ijabatu As-Sail" (hal:493), "Ghorotul Asy-Syritah" (2/102)].

Kekhususan metode belajar mengajar Asy Syaikh Muqbil

Metode belajar di Ma’had Daarul Hadits-Dammaj (Saadah, Yemen) merupakan metode yang jarang sekali kita jumpai di zaman kita sekarang ini. Mungkin banyak dari kaum Muslimin di belahan bumi ini tidak mengetahui atau mungkin banyak yang bertanya-tanya bagaimana metode belajar yang dipraktekkan di Ma’had Daarul Hadits-Dammaj, sehingga dapat mencetak ribuan kader yang istiqomah (konsisten) dalam menegakkan Sunnah. Bahkan mereka menjadi marji’ (rujukan) bagi kaum Muslimin didalam mengambil ilmu yang bermanfaat ini dan dan sebagai rujukan di dalam berda’wah.

Asy-Syaikh Muqbil (Rahimahullah) memiliki metode cara mengajar yang sangat menarik untuk kita ketahui bersama. Asy-Syaikh yang keilmuannya sangat luas begitu piawai didalam mengajar anak didiknya, membaca suatu kitab yang diajarkan sambil kemudian memberikan faidah-faidah dari segala sudut pandang keilmuan, kemudian pada pertemuan-pertemuan berikutnya Asy-Syaikh melontarkan pertanyaan-pertanyaan dari faidah-faidah yang telah lalu, sesekali diiringi dengan canda untuk menyejukkan suasana, sehingga majelis menjadi lebih bergairah dan semarak.

Asy-Syaikh memberikan metode yang terbaik dalam menyampaikan pelajaran-pelajaran, karena majelisnya Asy-Syaikh penuh dengan pembinaan, penggemblengan dan penuh dengan pelajaran yang sangat berharga di dalam kehidupan seseorang. Kalau kita perhatikan tata cara Asy-Syaikh mengajar, kita akan teringat dengan masa yang lampau dari masanya Salafus-Shaleh, seakan jasad kita dibawa terbang kepada masa yang lampau. Padahal masa Salafus Shalih tersebut, hanya tinggallah kenangan semata.

Kalau kita yakin dengan rentetan kisah-kisah para ulama Salaf dengan sedetail-detailnya, maka kita akan mengatakan : “Yazid ibn Harun duduk di atas kursinya atau Abu Nu’aim sedang duduk di tempat duduknya, atau pun dari Ulama-ulama salaf yang lainnya”, sungguh membuat hati murid-muridnya selalu condong untuk selalu mencintainya, yang tidak pernah mereka condong kepada yang selainnya.

Asy-Syaikh dalam mengajar selalu memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada murid-muridnya, dengan diselingi dengan istilah-istilah yang kadangkala menggelikan untuk didengar. Ini semua dalam rangka memotivasi murid-muridnya untuk proaktif didalam belajar. Metode seperti ini bukanlah perkara yang asing di kalangan Ahlussunnah, seringkali kita jumpai dalam kisah-kisah para Ulama’ yang belajar, seringkali seorang guru bertanya kepada muridnya. Diharapkan faidah yang ditanyakan melekat dengan erat di benaknya.

Cara Asy-Syaikh memberikan pelajaran memang menarik. Misalnya, Asy-Syaikh memberikan soal, kemudian beliau meminta dari mereka untuk berpartisipasi dalam menjawab. Maka antara satu dengan yang lainnya saling memberikan argumen masing-masing. Ketika pelajaran menghapal hadits, Asy-Syaikh menyuruh mereka berdiri, terkadang mengelompokkan sesuai dengan negaranya masing-masing.

Terkadang pula sesuai dengan tempat duduk mereka di masjid (antara tiang-tiang masjid), terkadang mengatakan : “Untuk yang sedang mengantuk”, atau “Untuk yang sembunyi di balik tiang-tiang masjid”. Kadangkala memanggil sesuai dengan warna bajunya, atau memanggil dengan yang nama atau kunyahnya sama, juga kadangkala mengelompokkan orang-orang asing, juga memerintahkan untuk anak-anak kecil kalau haditsnya pendek.

Juga Asy Syaikh kadangkala memerintahkan untuk orang-orang yang sendirian atau berdua saja, yang tidak ada teman satu desa yang belajar di Ma’had, bahkan Asy-Syaikh mengatakan : “Untuk mereka yang dari kalangan keluarga Ar-Rasul (Shalallahu ‘alaihi wassalam)”. Sampai-sampai Asy-Syaikh memerintahkan bahwasanya bagi barangsiapa yang belum pernah membaca hadits sebulan lamanya atau setahun lamanya dan belum pernah membaca hadits semenjak mulai datang.

Markaz Ilmiyyah Daarul Hadits di Dammaj, merupakan tempat berkumpul penunutut ilmu agama As-Salafiyun dari segala penjuru dunia, tempat yang paling tepat untuk seseorang untuk mencari ilmu dan As-Sunnah, sungguh merupakan tempat yang tidak ada duanya di muka bumi ini pada zaman kita sekarang di mana orang semakin jauh dari ajaran Islam dan Sunnah-sunah Nabinya (Shalallahu ‘alaihi wassalam). Pada zaman yang penuh dengan fitnah, tidak akan selamat seorang pun dari fitnah-fitnah melainkan mereka yang berpegang teguh dengan sunnah-sunnah Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassalam), seperti yang dikatakan oleh Mutharrif ibn Abdullah Asy-Syakhir (rahimahullah):

“إنّ الفتن لا تأتي لتهدي الناس, ولكن لتقارع المؤمن عن دينه” -رواه أبو نعيم في الحلية.

“Sesungguhnya fitnah tidak datang untuk memberikan petunjuk kepada manusia, melainkan untuk memisahkan seorang Mu’min dari agamanya” [Diriwayatkan oleh : Abu Nu'aim di dalam kitab "Al-Hilyah"].

Berkata Al-Imam Al-Jalil Abdullah Ibnul Mubarak (rahimahullah) :

إعلم إني أرى الموت اليوم كرامة لكل مسلم لكي الله على السنة, وإنّا لله وإنّا إليه راجعـون, فإلى الله نشكو وحشتنا, وذهاب الإخوان, و قلّة الأعوان, وظهور البدع, وإلى الله نشكو عـظيم ما حلّ بهذه الأمة من ذهاب العـلماء و أهل السنة و ظهور البدع” أخرجه اللالـكائي.

“Ketahuilah sesungguhnya aku melihat kematian pada hari ini suatu kemuliaan bagi setiap muslim, berjumpa dengan Allah di atas As-Sunnah, sesungguhnya kita milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, dan hanya kepada Allah-lah kita mengeluh atas kesedihan kita, dan perginya saudara-saudara kita (Ahlussunnah), dan sangat sedikitnya penolong-penolong kita, dan merajalelanya bid’ah. Dan hanya kepada Allah-lah kita mengeluhkan perkara yang besar apa yang diperbuat ummat ini, dari perginya Ulama’ dan Ahlussunnah serta merajalelanya bid’ah”. [Atsar ini di keluarkan oleh: Al-Imam Allalikaai].

(Dikutip dari tulisan al Ustadz Muhammad Barmim, Surabaya, disadur dari kitab Al-Ibhaj, Biografi Asy-Syaikh, Gharatul Asy-Syritah, Al-Suyuf, Ijabatu As-Sail dan lainnya)<

Ditulis dalam biografi. Tag:

Senin, 29 Desember 2008

I don't know but I believe
That some things are meant to be
And that you'll make a better me
Everyday I love you
I never thought that dreams came true
But you showed me that they do
You know that I learn somethng new
Everyday I love you
'Cos I believe that destiny
Is out of our control (don't you know that I do)
And you'll never live until you love
With all your heart and soul.
It's a touch when I feel bad
It's a smile when I get mad
All the little things I am
Everyday I love you
Everyday I love you
Everyday I love you
'Cos I believe that destiny Is out of our control (don't you know that I do)
And you'll never live until you love
With all your heart and soul
If I asked would you say yes?
Together we're the very best
I know that I am truly blessed
Everyday I love you
And I'll give you my best
Everyday I love you

Minggu, 28 Desember 2008

un title

Kemarin, sengaja kuucapkan padamu kalimat penuh cinta,

Kuharap cinta itu selalu ada dalam hatimu, dan tak pernah biarkan ia patah dan lenyap

Sebab itu aku… mengatakan padamu apa adanya


Tadi pagi… kusambut hariku dengan sinar cerah mentari

Kutitipkan harap pada embun yang membasahi bumi

semoga hujan esok hari dapat mengirimkan padamu tulus cintaku

Selasa, 22 Juli 2008

Hukum Musik dan Nyanyian

UKUM MUSIK DAN LAGU
PANDANGAN AL QUR'AN DAN AS SUNNAH:
Allah Ta'ala berfirman:

"Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan."
(Luqman: 6)
Sebagian besar mufassir berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata,ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu. Allah berfirman kepada setan:
"Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu." Maksudnya dengan lagu (nyanyian) dan musik.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda:

"Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik."
(HR. Bukhari dan Abu Daud)
Dengan kata lain, akan datang suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum-minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram.
Adapun yang dimaksud dengan musik di sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan suara yang indah serta menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling, serta berbagai alat musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan termasuk di dalamnya jaros (lonceng, bel, klentengan).
"Lonceng adalah nyanyian setan." (HR. Muslim)
Padahal di masa dahulu mereka hanya mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di atas menun-jukkan betapa dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga ber-arti menyerupai orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan suatu yang prinsip dalam aktivitas gereja.
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Qadha' berkata: "Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperba-nyak nyanyian maka dia adalah orang dungu, syahadat (kesaksiannya) tidak dapat diterima."
Nyanyian di masa kini:
Kebanyakan lagu dan musik pada saat ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.
Lagu dan musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa mem-bangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.
Tak diragukan lagi hura-hura musik --baik dari dalam atau manca negara-- sangat merusak dan banyak menimbul-kan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal musik, selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut.
Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik.
Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Ta'ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.
Tersebutlah pada saat terjadi perang antara Bangsa Arab dengan Yahudi tahun 1967, para pembakar semangat menyeru kepada para pejuang: "Maju terus, bersama kalian biduan fulan dan biduanita folanah ... ", kemudian mereka menderita kekalahan di tangan para Yahudi yang pendosa.
Semestinya diserukan: Maju terus, Allah bersama kalian, Allah akan menolong kalian." Dalam peperangan itu pula, salah seorang biduanita memaklumkan jika mereka menang maka ia akan menyelenggarakan pentas bulanannya di Tel Aviv, ibukota Israel -padahal biasanya digelar di Mesir-. Sebaliknya yang dilakukan orang-orang Yahudi setelah merebut kemenangan adalah mereka bersimpuh di Ha'ith Mabka (dinding ratapan) sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan mereka.
Semua nyanyian itu hampir sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir lagunya ada yang berbunyi:
"Dan besok akan dikatakan, setiap nabi berada pada kedudukannya ... Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah ..."
Bait terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.
Kiat Mengobati virus nyanyian dan musik :
Di antara beberapa langkah yang dianjurkan adalah:
Jauhilah dari mendengarnya baik dari radio, televisi atau lainnya, apalagi jika berupa lagu-lagu yang tak sesuai dengan nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik.
Di antara lawan paling jitu untuk menangkal ketergantungan kepada musik adalah dengan selalu mengingat Allah dan membaca Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah berfirman:
"Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibaca surat Al Baqarah."
(HR. Muslim)
"Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yunus: 57)
Membaca sirah nabawiyah (riwayat hidup Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam) , demikian pula sejarah hidup para sahabat beliau.
Nyanyian yang diperbolehkan:
Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu:
Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:
"Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhari)
Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.
Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain:
"Kita telah membai'at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad."

Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh)
Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung "Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)
Nyanyian yang mengandung pengesaan Allah, kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung anjuran berjihad, teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada saling mencintai, tomenolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan Islam, berbagai prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat Islam, baik dalam agama atau akhlak mereka.
Di antara berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu 'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu 'Anhum Ajma'in.
Orang-orang sufi memperbolehkan rebana, bahkan mereka berpendapat bahwa menabuh rebana ketika dzikir hukumnya sunnat, padahal ia adalah bid'ah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. dan setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Turmudzi, beliau berkata: hadits hasan shahih).
Sumber dari: Rasa'ilut Taujihat Al Islamiyah, 1/ 514 - 516.
Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Jumat, 20 Juni 2008

lembaran hati ku

Kalau hatiku seperti sebuah lembaran maka hari ini dia sudah tercabik-cabik.
Kalau hatiku itu seperti bangunan maka hari ini hati ku sudah runtuh.
Kalau hatiku itu seperti emas maka hari ini hatiku sudah berubah menjadi pasir.
Kalau hatiku itu seperti batu yang besa maka hari ini hatiku sudah berubah menjadi kerikil- kerikil kecil yang tidak berguna
Kalau hatiku itu seperti rembulan maka hari ini hatiku sudah menjadi kelam malam.
Kalau hatiku itu seperti luas samudra maka hari ini hatiku sudah berubah menjadi ruag yang sempit.
Kalau hatiku itu seperti cerah mentari maka hari ini hatiku sudah tak bermentari.

Sabtu, 31 Mei 2008

Aku ingin menikah secara sederhana

Aku ingin menikah secara sederhana
tidak harus menggunakan gaun mewah rancangan perancang busana ternama
cukup dengan baju yang dijahit oleh mama
aku ingin menikah dengan sederhana
tidak perlu mengundang cattering mahal
cukup dengan masak bersama tetangga dan sanak saudara
dan pesta nasi uduk untuk bersama
aku ingin menikah dengan sederhana
tanpa harus menuntut diri mengundang pejabat negara
tapi sangat berharga ketika kau,seluruh teman dan saudara
datang ke pernikahanku dengan sukacita
aku ingin menikah secara sederhana
tak perlu ber make-up dari salon ternama
cukup dengan bedak biasa yang di poles dengan segenap luapan cinta
aku ingin menikah secara sederhana
seperti pernikahan fatimah dan ali yang bersahaja
tetapi penuh makna dan berkah dari Yang Esa..
sungguh, suamiku
aku ingin menikah secara sederhana
tanpa harus jaga gengsi dan reputasi apa-apa
denganmu dan keluarga sudah menjadi makna tiada tara
apalagi dengan do'a dari seluruh sahabat dan saudara kita...
aku ingin menikah
benar-benar
secara sederhana...
tapi dengan cinta di dada...
untuk kesetiaan yang dibangun dari kuasa-NYA

Selasa, 27 Mei 2008

SEDIKIT TENTANG MUSIK

dikutip dari : www. syariahonline.com

Sebenarnya fiqih Islam itu punya sekian pandangan yang tidak hanya satu versi dalam memandang hukum musik dan lagu. Jika ada yang mengatakan bahwa musik dilarang hal itu karena memang didukung oleh banyak ulama dan disertai dengan dalil-dalilnya. Namun bukan berarti pendapat itu adalah satu-satunya pendapat tentang musik. Ternyata ulama salaf pun tidak semuanya sepakat untuk mengharamkan musik secara mutlaq. Meski memang umumnya memakruhkan atau tidak menganjurkan seseorang untuk bermain musik. Bahkan di dalam banyak bab fiqih memang kita temukan bahwa diantara jual beli yangdiharamkan adalah memperjual belikan alat-alat musik. Tapi sekali lagi, bila kita luaskan kajian kita dan menelaah pendapat fiqih, maka kita pasti akan mendapatkan bahwa keharaman musik bukanlah sesuatu yang disepakati oleh semua ulama. Bagaimana Islam berbicara tentang nyanyian dan musik? Istilah yang biasa dipakai dalam madzhab Hanafi pada masalah nyanyian dan musik sudah masuk dalam ruang lingkup maa ta’ummu bihi balwa (sesuatu yang menimpa orang banyak). Sehingga pembahasan tentang dua masalah ini harus tuntas. Dan dalam memutuskan hukum pada dua masalah tersebut, apakah halal atau haram, harus benar-benar berlandaskan dalil yang shahih (benar) dan sharih (jelas). Dan harus tajarud, yakni hanya tunduk dan mengikuti sumber landasan Islam saja yaitu Al- Qur’an, Sunnah yang shahih dan Ijma. Tidak terpengaruh oleh watak atau kecenderungan perorangan dan adat-istiadat atau budaya suatu masyarakat. Sebelum membahas pendapat para ulama tentang dua masalah tersebut dan pembahasan dalilnya. Kita perlu mendudukkan dua masalah tersebut. Nyanyian dan musik dalam Fiqh Islam termasuk pada kategori muamalah atau urusan dunia dan bukan ibadah. Sehingga terikat dengan kaidah:
Hukum dasar pada sesuatu (muamalah) adalah halal (mubah). Hal ini sesuai firman Allah SWT. : Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (QS Al-Baqarah 29). Sehingga untuk memutuskan hukum haram pada masalah muamalah termasuk nyanyian dan musik harus didukung oleh landasan dalil yang shahih dan sharih. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menetapkan kewajiban, janganlah engkau lalaikan, menetapkan hudud, jangan engkau langgar, mengharamkan sesuatu jangan engkau lakukan. Dan diam atas sesuatu, sebagai rahmat untukmu dan tidak karena lupa, maka jangan engkau cari-cari (hukumnya) (HR Ad-Daruqutni). Halal adalah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya. Dan haram adalah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan yang Allah diamkan maka itu adalah sesuatu yang dima’afkan (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim )
Pada hukum nyanyian dan musik ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan. Ulama sepakat mengharamkan nyanyian yang berisi syair-syair kotor, jorok dan cabul. Sebagaimana perkataan lain, secara umum yang kotor dan jorok diharamkan dalam Islam. Ulama juga sepakat membolehkan nyanyian yang baik, menggugah semangat kerja dan tidak kotor, jorok dan mengundang syahwat, tidak dinyanyikan oleh wanita asing dan tanpa alat musik. Adapun selain itu para ulama berbeda pendapat, sbb: Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram dalam kondisi berikut: 1. Jika disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi dll. 2. Jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya. 3. Jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dll. Madzhab Maliki, asy-Syafi’i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Maliki bahwa mendengar nyanyian merusak muru’ah. Adapun menurut asy-Syafi’i karena mengandung lahwu. Dan Ahmad mengomentari dengan ungkapannya: “Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati”. Adapun ulama yang menghalalkan nyanyian, diantaranya: Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubair, Al-Mughirah bin Syu’bah, Usamah bin Zaid, Umran bin Hushain, Muawiyah bin Abi Sufyan, Atha bin Abi Ribah, Abu Bakar Al-Khallal, Abu Bakar Abdul Aziz, Al-Gazali dll. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa para ulama menghalalkan bagi umat Islam mendengarkan nyanyian yang baik-baik jika terbebas dari segala macam yang diharamkan sebagaimana disebutkan diatas. Sedangkan hukum yang terkait dengan menggunakan alat musik dan mendengarkannya, para ulama juga berbeda pendapat. Jumhur ulama mengharamkan alat musik sesuai dengan beberapa hadits diantaranya, sbb: “Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan". (HR Bukhari) “Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telingannya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Ia berkata:”Wahai Nafi” apakah engkau dengar?. Saya menjawab:”Ya”. Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata :?Tidak?. Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata: Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini? (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini: Gerhana, gempa dan fitnah. Berkata seseorang dari kaum muslimin:Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?? Rasul menjawab: Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan (HR At-Tirmidzi). Para ulama membicarakan dan memperselisihkan hadits-hadits tentang haramnya nyanyian dan musik. Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al Asy'ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak diantara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), diantaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm. Disamping itu diantara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan. Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Kalaupun hadits ini shohih, maka Rasulullah saw. tidak jelas mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar. Sedangkan hadits ketiga adalah hadits ghorib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shohih. Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana diantaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah sbb: Ulama Madinah dan lainnya, seperti ulama Dzahiri dan jamaah ahlu Sufi memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola. Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi’i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja’far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra. Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya’bi. Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata disampingnya ada gitar , Ibnu Umar berkata:? Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw. kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata:? Ini mizan Syami( alat musik) dari Syam??. Berkata Ibnu Zubair:? Dengan ini akal seseorang bisa seimbang?. Dan diriwayatkan dari Ar-Rowayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik. Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta’akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap waro’(hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul dimasanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabiin menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah. Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut: Pertama: Lirik Lagu yang Dilantunkan. Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara', maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara', maka dilarang. Kedua: Alat Musik yang Digunakan. Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan. Ketiga: Cara Penampilan. Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara' seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath. Keempat: Akibat yang Ditimbulkan. Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah Saddu Adz dzaroi' (menutup pintu kemaksiatan) . Kelima: Aspek Tasyabuh. Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka? (HR Ahmad dan Abu Dawud) Keenam: Orang yang menyanyikan. Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.: Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik (QS Al-Ahzaab 32) Demikian kesimpulan tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam semoga bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi panduan dalam kehidupan mereka. Amiin. Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu alaikum wr.wb.